FIQIH QURBAN DAN AQIQAH KERTOSONO
Banyak orang yang seringkali bingung antara aqiqah dan qurban, apalagi bila anaknya lahir di bulan yang bertepatan dengan bulan qurban. Antara mendahulukan qurban dulu atau aqiqah dulu. Kalau uang yang dimiliki berlebih mungkin tidak masalah, tapi bila uang yang dimiliki hanya terbatas di satu niat saja, lalu yang mana yang harus didahulukan?
ANTARA
QURBAN DAN AQIQAH
Pertanyaan
yang seringkali timbul di kalangan masyarakat adalah, jika pelaksanaan aqiqah
bertepatan dengan bulan–bulan haji, apakah bisa digabungkan antara hewan qurban
dengan aqiqah, dengan melaksanakan salah satunya saja. Ataukah antara aqiqah
dan kurban itu sendiri merupakan hal yang sama?
Untuk permasalahan ini, para ulama kembali terbagi menjadi dua bagian ;
Bagi
Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal (Mazhab
Hanbali), Abu Hanifah (Mazhab Hanafi), dan beberapa ulama lain, seperti Hasan
Basri, Ibnu Sirin, dan Qatadah, hewan qurban jika digabungkan dengan aqiqah,
karena bertepatan dengan bulan haji, maka tidak menjadi masalah. Hal ini
didasari dengan riwayat berikut :
Diceritakan
dalam satu riwayat bahwa ayah dari imam Ahmad, yaitu Hambal pernah membeli
hewan qurban dan menyembelihnya di bulan haji dengan niat qurban sekaigus
aqiqah. Dengan alasan inilah ulama di atas membolehkan kurban dan aqiqah
dilaksanakan pada satu waktu dan satu niat, yaitu ketika idul adha.
Al-Hasan al-Bashri
mengatakan, "Jika seorang anak ingin disyukuri dengan kurban, maka kurban
tersebut bisa jadi satu dengan akikah." Hisyam dan Ibnu Sirin mengatakan,
"Tetap dianggap sah jika kurban digabungkan dengan akikah," demikian
seperti diterangkan dalam kitab Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah.
Mereka berdalil, beberapa ibadah bisa mencu kupi ibadah
lainnya seperti dalam kasus kur ban bisa mencukupi akikah atau sebaliknya.
Sebagaimana seorang yang menyembelih dam ketika menunaikan haji tamattu’.
Sembelihan tersebut ia niatkan juga untuk kurban, maka ia mendapatkan pahala
dam dan pahala kurban. Demikian juga shalat Id yang jatuh pada hari Jumat, maka
diperbolehkan tidak mengikuti shalat Jumat karena sudah menunaikan shalat Id
pada paginya.
Pendapat
kedua yakni Imam Syafi’i (Mazhab
Syafi’i), Imam Malik (Mazhab Maliki). Mereka berpendapat bahwa qurban dan aqiqah
adalah hal yang berbeda. Dalam segi syariat keduanya sudah berbeda, sebab
disyariatkan keduanya juga berbeda. Maka qurban dan aqiqah tidak bisa
digabungkan satu sama yang lainnya.
salah satu riwayat
dari Imam Ahmad mengatakan tidak boleh digabung. Alasannya, karena keduanya
mempunyai tujuan yang berbeda dan sebab yang berbeda pula. Misalkan, dalam
kasus pembayaran dam pada haji tamattu’ dan fidyah. Keduanya tidak bisa saling
mencukupi dan harus dilaksanakan terpisah. Masalah ini menyimpulkan, tidak
seluruh jenis ibadah yang bisa digabung pelaksanaannya dalam dua niat
sekaligus. Kurban dan akikah masuk dalam kategori ini. Tujuan kurban adalah
tebusan untuk diri sendiri, sedangkan akikah adalah tebusan untuk anak yang
lahir. Jika keduanya digabung, tujuannya tentu akan menjadi tidak jelas.
Ini ditegaskan dalam Mawsu’ah Al
Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah yang menyebutkan, "Akikah dilaksanakan untuk
mensyukuri nikmat kelahiran seorang anak, sedangkan kurban mensyukuri nikmat
hidup dan dilaksanakan pada hari An Nahr (Idul Adha)."
Bahkan, salah
seorang ulama Syafi’iyah, al- Haitami, menegaskan, seandainya seseorang berniat
satu kambing untuk kurban dan akikah sekaligus, keduanya sama-sama tidak
dianggap. "Inilah yang lebih tepat karena maksud dari kurban dan akikah
itu berbeda," tulis Al Haitami dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj Syarh Al
Minhaj.
FIQIH QURBAN DAN AQIQAH KERTOSONO
Aqiqah
dan Qurban, mana yang lebih didahulukan?
Mayoritas
ulama berpendapat bahwa aqiqah maupun qurban hukumnya sunah muakkad (yang
sangat ditekankan). Disebutkan dalam riwayat Muslim dari sahabat Ummu Salamah
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Apabila
kalian melihat hilal bulan dzulhijah dan kalian hendak berqurban maka jangan
menyentuh rambut dan kukunya.”
Kalimat: ‘hendak berkurban’ menunjukkan bahwa qurban hukumnya sunah dan tidak
wajib.
Berdasarkan hal ini, yang terbaik adalah seseorang melaksanakan kedua sunah
tersebut bersamaan. Karena keduanya dianjurkan untuk dilaksanakan.
Jika
tidak mampu melakukan keduanya dan waktu aqiqah berbeda di selain hari qurban,
maka hendaknya mendahulukan yang lebih awal waktu pelaksanaannya. Akan tetapi
jika akikahnya bertepatan dengan hari raya qurban, dan tidak mampu untuk
menyembelih dua ekor kambing untuk akikah dan satunya untuk qurban, pendapat
yang lebih kuat, sebaiknya mengambil pendapat ulama yang membolehkan
menggabungkan aqiqah dan qurban.
FIQIH QURBAN DAN AQIQAH KERTOSONO
Begitulah
secara ringkas penjelasan tentang fiqih qurban dan aqiqah kertosono. Intinya,
fiqih qurban dan aqiqah kertosono tidak memberatkan seseorang dalam
melaksanakan ibadah, karena keduanya tidak berhukum wajib. Mereka memiliki
hukum yang sama, yakni sunnah muakkad, atau sunnah yang ditekankan.
Bila
memang mampu, hendaknya dilakukan dengan niat berbeda, untuk aqiqah sendiri dan
untuk qurban sendiri, tapi bila memang masih belum ada rezeki lebih, niatnya
bisa digabung, yakni aqiqah dan qurban.
Allah
tidak pernah memberatkan umatnya dalam ibadah, begitu pula dengan fiqih qurban
dan aqiqah kertosono.
Allahu
a’lam.
FiqihQurban dan Aqiqah Kertosono
Comments
Post a Comment